Strategi Penguatan Rupiah di Tengah Pandemi Covid-19
Sebagaimana telah diperkirakan sejak awal kemunculannya, pandemi Covid-19 telah menimbulkan efek domino yang secara sistematis telah mendorong perekonomian dunia terseret ke pinggir jurang krisis ekonomi. Bahkan efek yang ditimbulkan bisa jauh lebih buruk dari krisis ekonomi global tahun 2008 yang disebabkan oleh subprime mortgage yang berpusat di Amerika Serikat (AS).
Hipotesis demikian dapat dipahami mengingat pandemi Covid-19 ini telah menjangkiti lebih dari 212 negara dengan korban meninggal dunia lebih dari 248 ribu jiwa. Kondisi ini telah memaksa seluruh negara untuk membatasi atau bahkan menghentikan segala aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Walaupun pemerintah belum memberlakukan penutupan total (lockdown) terhadap seluruh aktivitas masyarakat, namun pemerintah telah membuat berbagai kebijakan, termasuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membatasi berbagai aktivitas, tidak terkecuali aktivitas ekonomi. Dalam beberapa minggu terakhir aktivitas perekonomian Indonesia serasa berhenti. Berbagai pusat perbelanjaan dan pusat produksi untuk sementara waktu menghentikan segala aktivitasnya. Kondisi ini tentu akan memengaruhi aktivitas perekonomian nasional secara keseluruhan. Bahkan Menteri Keuangan memperkirakan terdapat potensi pertumbuhan ekonomi mencapai nol (0) persen.
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Salah satu akibat dari memburuknya kondisi perekonomian nasional adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dibandingkan dengan awal tahun 2020, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS paling tidak telah terkoreksi sebesar 18,6% dari Rp13.895 per dolar AS pada tanggal 2 Januari 2020 menjadi Rp 16.486 per dolar AS pada tanggal 24 Maret 2020. Bahkan jika aktivitas perekonomian dunia dan nasional tidak kunjung kembali membaik seperti sebelum ada pandemi Covid-19, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan semakin tertekan.
Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi salah satu efek negatif yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Hal ini terjadi karena nilai tukar mata uang rupiah memiliki keterkaitan langsung dengan fundamental ekonomi lainnya. Setidaknya terdapat tiga kondisi fundamental ekonomi yang dipengaruhi nilai tukar rupiah secara langsung.
Pertama, nilai tukar rupiah berkaitan erat dengan kondisi neraca perdagangan Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa neraca perdagangan Indonesia dalam dua tahun berturut-turut mengalami defisit yang cukup besar, yaitu US$ 8,57 miliar pada tahun 2018 dan US$ 3,2 miliar sepanjang tahun 2019. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekspor yang lamban dibanding dengan pertumbuhan impornya. Dengan semakin lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maka akan semakin memperlebar defisit neraca perdagangan dalam nilai riil mata uang rupiah. Defisit neraca perdagangan akan semakin besar sehingga akan semakin menekan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN).
Sisi fundamental ekonomi kedua yang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah kondisi sektor industri nasional. Selama ini sebagian bahan baku dan bahan penolong sektor industri di Indonesia berasal dari impor. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menjadikan bahan baku dan bahan penolong tersebut secara relatif lebih mahal. Naiknya harga input produksi yang disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan semakin menekan daya saing produk industri nasional. Dengan semakin melemahnya daya saing produk industri nasional maka produk-produk industri tersebut akan semakin tidak kompetitif di pasar global. Pada akhirnya proses deindustrialisasi di Indonesia akan terus terjadi dan semakin menekan produktivitas perekonomian nasional.
Fundamen ekonomi ketiga yang dipengaruhi secara langsung oleh nilai tukar rupiah adalah nilai Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Nilai ULN Indonesia dihitung dalam bentuk dolar AS sehingga pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan secara langsung menaikkan ULN Indonesia dalam bentuk rupiah. Per Januari 2020, ULN Indonesia mencapai US$ 410,8 miliar. Jika ULN tersebut dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan nilai tukar Rp 15.000 per dolar AS maka besaran ULN Indonesia dalam bentuk rupiah mencapai Rp 6.162 triliun. Namun jumlah tersebut akan membengkak menjadi Rp 6.572,8 triliun jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi Rp 16.000.
Oleh karena itu, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi karena pandemi Covid-19 ini akan berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Bahkan jika pemerintah tidak mampu memberikan respons yang tepat, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kembali masuk ke dalam jurang krisis ekonomi seperti tahun 1998 silam.
Strategi Menguatkan Nilai Tukar Rupiah
Pemerintah harus memiliki strategi yang efektif dalam merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi akibat pandemi Covid-19 ini. Langkah pemerintah ini akan jauh lebih sulit dibanding merespons krisis ekonomi itu sendiri. Hal ini terjadi karena sumber dari krisis ini adalah pandemi virus yang sampai saat ini masih memiliki ketidakpastian yang tinggi. Bahkan sampai saat ini belum ada pihak yang berani memprediksi kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir.
Walaupun demikian, pemerintah masih memiliki berbagai “amunisi” efektif yang bisa digunakan di tengah keterbatasan yang mengadang. Indonesia memiliki beberapa kelebihan yang jika digunakan secara optimal maka bisa menjadi strategi efektif alam mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah yang sedang terjadi saat ini.
Struktur ekonomi Indonesia 56,6%-nya ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Dalam kondisi pelemahan kinerja perekonomian nasional seperti sekarang ini, sisi konsumsi ini menjadi kelebihan Indonesia, mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar. Konsumsi masyarakat bisa dijadikan driven factor bagi sektor industri dan perdagangan Indonesia. Namun di tengah pandemi Covid-19 ini pemerintah harus bisa memilih sektor kunci yang dapat selaras dengan kondisi yang dihadapi.
Salah satu sektor yang patut dipertimbangkan di tengah pandemi Covid-19 adalah sektor kesehatan. Pemerintah melalui APBN-nya bisa meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan seperti industri farmasi, alat-alat kesehatan, dan fasilitas-fasilitas kesehatan termasuk pengembangan dan pembangunan rumah sakit. Masa pandemi Covid-19 ini akan memaksa masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya di sektor kesehatan sehingga pemerintah bisa memanfaatkan perubahan pola perilaku konsumsi masyarakat ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun kebijakan ini harus ditopang oleh kebijakan lain yang menjadi pendukungnya, yaitu pengembangan industri substitusi impor. Menurunnya impor bisa dijadikan momentum oleh industri nasional dalam mengembangkan industri-industri substitusi impor terutama yang berkaitan dengan sektor kesehatan. Dengan demikian maka permintaan dolar AS untuk impor akan jauh berkurang karena sektor industri mampu menggantikan produk-produk yang berasal dari impor.
Strategi yang dirancang pemerintah ini harus didukung oleh kebijakan moneter. Bank Indonesia (BI) harus mampu menciptakan sistem keuangan yang mendukung pengembangan sektor kesehatan. Kebijakan suku bunga, Loan to Value, dan sistem pembayaran harus mendukung berkembangnya sektor kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini. Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga harus mampu mendorong lembaga-lembaga keuangan memberikan pembiayaan yang murah bagi sektor industri kesehatan sehingga sektor industri kesehatan tersebut mendapatkan akses terhadap sumber pembiayaan yang berkualitas.
Dengan langkah bersama yang dilakukan secara kolektif, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ini dapat dihindari. Bahkan sebaliknya, pandemi Covid-19 ini bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS sehingga fundamental ekonomi bisa menjadi lebih kuat lagi. *) Dosen FEB UMB dan Ekonom Indef Editor : Totok Subagyo (totok_hs@investor.co.id)
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul “Strategi Penguatan Rupiah di Tengah Pandemi Covid-19”
Read more at: http://brt.st/6z84